Focus
Focus
Itulah
kata yang sejak tadi tergiang dalam benak ku. Bagai dengungan para lebah yang
tak henti henti nya. Ku mencoba untuk focus dan berusaha menerka apa yang telah
terjadi, walau fikir ku belum menggapai. Semua itu… yah semua kejadian itu belum bisa aku lupakan. Bunga, coklat,
lemparan batu, sang tukang teror. Semua nya seperti kejadian itu membelenggu
dalam otak ku.
“Nagisa?”
sapa Kotomi padaku.a
“ehm..
ya?”
“kau
ini kenapa? Apakah, ini semua karena kejadian itu?”
“ya,
begitulah Kotomi.. aku masih heran.. siapa yang menaruh buka dan coklat di
bangku ku beberapa hari terakhir ini..”
“memang,
kau tak tahu pengirimnya Nagisa?” aku menggeleng pelan.
“Nagisa…
Kotomi…” dari kejauhan, Fuko melambaikan tangannya. Aku dan Kotomi tersenyum
tipis melihat kedatangan Fuko.
“hey!
Kalian ini kenapa?” Tanya Fuko setelah menduduki mejanya.
“tentang
bunga, coklat dan barang-barang lainnya..” paparku dengan jelas.
“aduh..
Nagisa.. tak usah di khawatirkan.. mungkin, dia sedang iseng padamu?!”
“Fuko…
ini itu, bukan iseng lagi.. tapi teror…” umpat Kotomi pada Fuko.
“sudahlah…
walaupun aku penasaran.. aku juga tak terlalu memperdulikannya..”
@@@
Sepanjang pelajaran hari
ini, fikiranku tak pernah focus. Aku selalu terbang dalam dunia imajinasiku.
Imajinasi tentang semua barang yang ku dapatkan dalam waktu dekat itu.
Imajinasi yang mampu membuatku sukar untuk belajar, makan dan melakukan
aktivitasku seperti biasanya.
Untung saja, sebentar lagi
liburan musim panas akan dating. Jadi, aku akan bisa sedikit melupakan kejadian
terror itu. Walau aku tahu, itu akan sedikit sulit bagiku.
@@@
ujian semester pun usai. Itu
tandanya, liburan musim panas telah datang. Inilah waktu yang ku tunggu. Waktu
dimana, aku bisa sedikit melupakan semua masalah terror itu.
“Nagisa…”
“ada apa Katomi?”
“ada sesuatu hal yang ingin
ku beritahukan padamu..” balas Kotomi dengan nafas terengah. Sepertinya, ia
baru saja berlari jarak jauh dengan kecepatan yang tinggi.
“kaua atur dulu nafasmu..
habis lari dari mana? Sampai terengah-engah seperti itu..?” tanyaku dan
menyodorkan air minum pada Kotomi.
“tadi, aku tak sengaja
melewati kelas 2-B” nafasnya, masih sedikit terengah.
“lalu?”
“disana, sedang ada
kerumunan anak laki-laki.. di tengah keremunan itu, ada yang bernama Tomoya,
kalau tidak salah..”
“trus.. apa hubungannya?”
potongku.
“dengarkan dulu.. kau selalu
memotong pembicaraanku..” umpat Kotomi.
“cowok itu menyebutkan
namamu..” lanjut Kotomi.
“salah dengar mungkin…”
“nggak, aku disana bersama
Fuko..”
“sekarang, dimana anak tanpa
dosa itu?” tanyaku.
“di kantin mencari minum..”
“memang, laki-laki itu,
bicara apa?”
Kotomi mulai membuka mulutnya.
Menceritakan semua tanpa ada yang tertinggal sedikit pun. Keterangan sekaligus
informasi itu membuatku tercengang parah. Mulutku ternganga lebar.
Aku tahu, siapa si Tomoya
itu. Dia anak laki-laki dari kelas 2-B. anak yang popular di sekolahku ini. Aku
pertama kali bertemu dengannya, saat pendaftaran siswa baru. Ia menanyakan
ruang pendaftaran, dan aku yang menunjukkannya.
“Nagisa?!” ucap Fuko. Ia
melambaikan tangannya di depan wajahku.
“Nagisa?” kali ini lebih
keras.
“ya?” jawabku sedikit
tercengang.
“kamu kenapa?” Tanya Fuko
yang heran melihatku.
“dia tidak percaya dengan
pendengaran kita sewaktu melewati kelas 2-B tadi..” erang Kotomi.
“itu benar Nagisa, aku
saksinya..” Fuko mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya membuat huruf
“V” yang menunjukkan bahwa dia benar-benar serius.
@@@
MUSIM PANAS.
“hufh… tak ada yang bisa ku
lakukan…. Liburan ini terlalu panjang dan membosankan!!!” gerutuku dalam hati.
“Nagisa… ada temanmu…”
teriak ibu.
“siapa Bu?”
“kau kemari saja, dia ingin
mengajakmu keluar…”
Aku berjalan menuju teras
rumah. Sengaja, aku tak berganti pakaian. yang aku gunakan hanya kaos putih
dengan celana pendek.
Dari tempatku berjalan, di
teras sudah tampak ibu dan seorag anak laki-laki. “hah?! Siapa dia?” rutukku
dalam hati. Aku membuka pintu perlahan. Silauan sinar matahari sore, menghujat
mataku. Refleks, ku picingkan mataku untuk mengurangi silau caaya yang masuk
dalam mataku.
“Nagisa…” sapa Tomoya
padaku.
“Tomoya?”
“uhm,, ibu masih ada
pekerjaan, ibu masuk dulu ya..” Tomoya hanya mengangguk.
“ada apa?” ta nyaku setelah
ibu berlalu.
“aku ingin mengajakmu
jalan-jalan, menikmati sore di musim panas..” Tomoya bangkit berdiri. Ia
menatapku sejenak. Lalu, menggandeng tanganku dan meninggalkan teras.
@@@
“Nagisa… ehm,, apa kau
menerima terror sebelum liburan musim panas datang?” Tanya Tomoya padaku.
“hem.. ya..”
“sebenarnya,, yang melakukan
terror itu…” Tomoya tampak diam sejenak.
“aku…” lanjutnya dengan
wajah yang tertunduk. Aku menganga seketika. Tak menyangka yang terjadi saat
ini. Dan kenyataan bahwa Tomoya-lah yang membuat terror itu.
“aku sengaja, memberikanmu
terror-teror manis itu.. karena aku tidak bisa mengatakannya secara langsung..”
“mengatakan apa?” tanyaku.
“mengatakan bahwa… aku
mencintaimu..” Tomoya semakin tertunduk. Rona merah di wajahnya tersapu jelas
oleh mataku dan juga sinar matahari sore.
Ku genggam tangannya. Ia
menoleh ke arahku. Aku tak mengucapkan kata-kata. Hanya sebuah senyuman
terkembang di wajahku. Sebenarnya, aku juga mencintai Tomoya.
Mungkin, ini jawaban dari
semua pertanyaanku. Jawaban dari semua teka-teki tersembunyi itu. Jawaban dari
rasa penasaranku, beserta rasa penasaran Fuko dan juga Kotomi.
Ya… semua terror manis itu,
berasal dari seseorang yang mencintaiku. Terror manis itu, adalah kado musim
panas yang diberikan Tomoya padaku. Dan, aku bahagia, menerima semua kado yang
telah diberikan Tomoya dalam bentuk terror itu.
Ia memang tidak mengemas itu
dengan baik. Namun, ada atau tidaknya teroran itu, dan juga barang-barang manis
itu, aku tetap mencintainya. Mencintai Tomoya dengan apa adanya.