Kamis, 13 November 2014

Ku Tunggu Kau Dibawah Hujan

Ku Tunggu Kau Dibawah Hujan

Kelas, tampak ramai pagi ini. Mataku tertuju pada sebuah bangku disudut belakang kelas. Tampak seorang cowok yang sedang duduk disana. Aku mempercepat langkahku ke dalam kelas. Akupun terhenti tepat disamping mejanya.
“hai Wan..” sapaku pada cowok yang sedang duduk itu. Namanya Iwan, dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas, aku selalu satu kelas dengannya.
“mau apa kau?” ketusnya padaku. Aku mengernyitkan dahi dengan tersenyum.
“kita sekelas lagi ya Wan..” aku berlalu meninggalkannya menuju bangku nomor tiga dari depan.
Aku tidak tahu, mengapa Iwan tak suka padaku, tapi yang jelas, aku menyukainya mulai dari kelas satu. Aku selalu berusaha untuk mendekatinya. Aku ingin, merubah semua sifat jelek yang ada pada dirinya.
Iwan sering sekali hilang dari bangkunya saat pelajaran tengah berlangsung. Ia juga perokok, tapi, dia tidak pernah minum alcohol ataupun terjerat narkoba. Iwan juga sering bolos sekolah. sebenarnya, aku perihatin dengan Iwan, aku ingin merubahnya agar mau berubah.
Usahaku selama dua tahun terakhir, sia-sia saja. Iwan tetap tidak bisa dekat denganku. Di tahun ketiga ini, aku tak mau usahaku gagal lagi. Apapun caranya, aku akan berjuang lebih keras untuk merubah lelaki yang aku sayangi.
@@@
Bel istirahat telah berbunyi. Iwan sudah tak ada di kelas semenjak jam terakhir tadi. Aku tahu, ia dimana. Ku kemas semua buku yang masih ada di atas meja.
Ku mantapkan langkahku menyusuri koridor sekolah. Dan, benar saja, Iwan berada di sana. Tepat di halaman belakang sekolah. dari kejauhan, aku bisa melihat, terselip sebatang rokok pada kedua jarinya.
Kakiku, mulai melangkah panjang-panjang. Setelah berdiri tepat di depannya, ku tangkis sebatang rokok, yang sedang ingin ia hisap kembali.
“kamu ini kenapa sih?” Tanya Iwan dengan nada jengkel.
“aku tak mau kamu merusak dirimu terus menerus..”
“apa pedulimu?”
“karena saya sayang sama Iwan.. dan saya tidak mau Iwan merusak diri Iwan sendiri..”
“aku sudah rusak dari dulu.. mengapa kau baru menyadarinya?”
“saya sudah menyadari itu, sejak Iwan mulai sekelas dengan saya.. dan saya ingin merubah Iwan.” Paparku pelan.
“mari ke kelas..” kataku dengan terbesit sebuah senyum.
Ku ulurkan tanganku. Dengan malas, ia menggapai tanganku yang berada tepat di depannya. Usahaku, mulai mendapatkan hasil. Walau hanya sedikit, ini memberikan harapan luar biasa padaku.
@@@
Sudah dua bulan lebih aku dekat dengan Iwan. Aku tak menyangka, Iwan dapat berubah dengan cepat. Sekarang, Iwan sudah tak merokok lagi. Ia juga tidak lagi bolos sekolah. Sekarang, Iwan menjadi cowok yang baik. Aku senang, bisa mrubahnya. Tapi sayang, aku tidak bisa melihatnya untuk satu bulan ke depan.
Aku harus menjalani operasi radang otakku. Aku berharap, setelah operasi itu, aku masih bisa membuka mataku. Agar aku bisa melihat Iwan lagi.
“Iwan, Langi boleh minta sesuatu?” tanyaku saat Iwan mengantarku pulang tadi.
“apa? Kau mau minta apa?”
“Langi pernah membaca buku, isinya, ada sepasang kekasih, mereka selalu bersama. Sampai akhirnya, mereka memutuskan untuk tidak bertemu selama 1 bulan..” aku menarik nafas panjang.
“dan Langi ingin seperti itu, selama satu bulan ke depan, kita nggak boleh bertemu ataupun telfon.. kita akan bertemu lagi saat hujan pertama turun.. bagaiman? Iwan bisa memenuhinya?” jelasku.
“satu bulan kedepan?” aku mengangguk.
“oke, Iwan akan memenuhinya. Dan, tepat saat hujan pertama turun bulan depan, Iwan akan menunggu Langi di bangku biasanya. Tempat langi memandangi langit..” aku mengulas sebuah senyuman di wajahku.
Aku memasuki pagar rumahku. Mulai hari ini, aku dan Iwan, resmi berpisah selama satu bulan. Semoga, bulan depan aku masih bisa melihat Iwan lagi.
@@@
Hari ini, aku berangkat untuk menjalani operasi radang otakku. Dibantu, kakak dan Ibu, aku mengemasi semua barang-barangku. Aku sudah menyiapkan surat untuk Iwan, jika pasca operasi nanti aku tak bisa membuka mataku lagi. Sebenarnya, aku tak ingin membuat surat ini, namun, aku juga tak mau jika meninggalkan Iwan tanpa melontarkan permohonan maaf kepadanya.
Perjalanan menuju rumah sakit, membuatku semakin gusar. Ketenangan hatiku mulai runtuh. Terkikis rasa takut yang mulai besar di dalam hatiku.
Mobil Ayah, sudah berada di tempat parker rumah sakit. Aku berjalan dengan resah memasuki ruangan. Disana, aku diberi sebuah pakaian khusus untuk orang operasi.
Seusai, memakainya, ku lalui koridor rumah sakit. Tepat di depanku, sebuah pintu besar berwarna putih telah menantiku. Diatas pintu itu, bisa tertulis jelas sebuah kalimat “RUANG OPERASI”.
Desahan nafasku terus berderu kencang. Debaran hati mulai bergejolak. Rasa takut, tak mau kehilangan terpancar jelas di raut muka keluargaku. Sebelum masuk ruangan, aku coba menenagkan semuanya.
@@@
Aku duduk termenung menatap langit. Hari ini, mendung sedang bergelayut diatas sana. Ku gerakkan jariku membentuk  sebuah nama. Nama yang selalu terkenang dalam hatiku, pikiranku dan yang membuat rasa cinta dalam hatiku.
Perlahan, rintikan air mulai turun dari bawah awan mendung. Aku tetap duduk di bangku itu. Ku sambar payung bening disebelahku. Aku sudah mempersiapkan semuanya. Maka dari itu, aku tak akan beranjak dari tempat ini, sebelum orang yang aku sayangi dating disini.
Rintik-rintik air mulai berubah menjadi gerimis. Ku mainkan tanganku untuk menggenggam butiran-butiran bening itu. Setelah eman bulan diterjang musim kemarau yang panjang. Tepat hari ini, hujan pertama turun, dengan sebuah ritme yang menenangkan dan menyejukkan hati.
@@@
“Langi…” sebuah tepukan pelan dan suara itu mampu membuatku menoleh. Ku tatap wajah yang saat ini, tengah berhadapan denganku. Wajah yang selalu menemaniku dalam gelapnya ruang operasi. Wajah yang selalu memberikaan semangat, wajah yang senantiasa memberikan senyuman padaku.
Aku bangkit dari dudukku. Tanpa ku sadari, payung yang senantiasa melindungiku dari tadi, kini telah tergeletak di tanah. Deraian bening, mengalir dari mataku. Menahan tangis bahagia saat melihat wajah itu.
“Langi..” ulangnya sekali lagi. Aku tetap saja tak menjawab. Hanya goresan senyum yang mengembang di balik hujan. Refleks, aku berlari pelan menghampirinya. Ke dekap ia dengan kasih sayang.
“Iwan, maafkan Langi.. tapi selamat, Iwan telah bisa menunggu Langi selama satu bulan. Dan tepat dengan janji Iwan, kita bertemu di hujan pertama di bulan ini..”
“aku sudah mendengar semuanya.. terima kasih, karena Langi telah berjuang untuk kesembuhan Langi sendiri..”
Dekapan penuh kasih sayang semakin erat diantara kami berdua. Gerimis hari ini, menjadi saksi pertemuan kami. Hangatnya kasih sayang, tak membuat kami menggigil karena guyuran hujan.

Terima kasih Tuhan, kau telah mendengar semua doaku. Dan, terima kasih, karena kau telah mempertemukanku dengan seseorang yang aku sayangi, dan yang benar-benar menyayangiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar